Mahasiswa Diimbau Cuti Akibat Tak Mampu Bayar UKT, Kampus: Itu Alternatif Terakhir

Aksi oleh Aliansi Peduli UINSA tolak kebijakan cuti karena UKT|Foto: LPM Arrisalah

Polemik Uang Kuliah Tunggal (UKT) tak pernah berhenti sejak diterapkan pada 2013. Masalah ini selalu mencuat kala pergantian semester baru di semua kampus negeri. Termasuk di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA) baru-baru ini.

Sebagian mahasiswa terlambat dan tidak mampu membayar UKT untuk semester yang akan datang. Ada sejumlah alasan yang menyertai mereka, seperti keadaan ekonomi keluarga yang sedang merosot hingga terkena musibah. 

Sebagian dari mereka pun tidak sempat mengajukan keringanan biaya UKT karena tidak mengetahui sistematikanya. Mereka juga mengaku kampus tidak memberi sosialisasi terkait sistem peninjauan ulang UKT.

Akibatnya, mahasiswa yang tidak mampu membayar UKT dan terlambat melakukan pembayaran dihimbau untuk mengajukan cuti akademik oleh pihak kampus. Kebijakan ini pun direspon sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Peduli UINSA. Mereka mengatakan bahwa kebijakan ini tak berpihak kepada mahasiswa. Para mahasiswa ini pun mengadakan aksi pada (30/1) di area kampus UINSA.

Aliansi Peduli UINSA menuntut pihak rektorat mengklarifikasi perihal cuti bagi mahasiswa yang terlambat membayar UKT. Menurut mereka, kebijakan itu merupakan bagian dari komersialisasi pendidikan di lingkup perguruan tinggi. Terlebih, sebagian mahasiswa tidak mengetahui sistem peninjauan ulang UKT.

Pihak UINSA melalui Koordinator Bidang Akademik, Abdullah Rofiq Mas’ud merespon aksi itu. Ia meminta maaf jika bahasa yang digunakan pihak humas dirasa terlalu ekstrim akibat himbauan cuti karena tak mampu bayar UKT. Dia pun menjelaskan opsi cuti tersebut dilakukan untuk kebaikan agar data tagihan tidak ganda.

“Mungkin bahasa yang digunakan oleh pihak humas terlalu ekstrim, kami mohon maaf. Namun sebenarnya, jika belum mampu membayar, maka ambil saja opsi cuti. Agar tagihannnya tidak ganda. Dan ada kejelasan terkait data mahasiswa UINSA. Berapa yang cuti, berapa yang aktif dan berapa yang sudah lulus,” paparnya.

Selain itu, Rofiq menjelaskan bahwa status cuti merupakan bentuk keringanan atau alternatif terakhir yang bisa diambil oleh mahasiswa. Karena dengan adanya status cuti, menjadikan status mahasiswa tersebut jelas, sehingga semester yang ditempuh mahasiswa dalam sistem SINAU jelas statusnya. 

MH (20), salah satu mahasiswa prodi Hukum menanggapi perihal cuti ini. Menurutnya, masa pembayaran UKT sejak tahun-tahun sebelumnya memang terbilang singkat, seharusnya tenggat waktu ini diperpanjang. Sehingga mahasiswa memiliki kesempatan untuk mengusahakan pembayaran UKT agar tidak sampai cuti. 

“Jika keputusan tetap cuti di akhir, pemasok dana kampus juga tetap berkurang,” ujarnya setelah mengetahui sosialisai perpanjangan masa pembayaran UKT. MH pun menuturkan jika  tenggat waktu telah diperpanjang dari 24 Januari – 24 Februari bukan menjadi alasan mahasiswa dapat cuti sebab dalam jangka waktu tersebut sudah memungkinkan mahasiswa dapat membayar.

Hal serupa disampaikan oleh Wawan (19), mahasiswa semester dua prodi Hukum Ekonomi Syariah, “Cara memperpanjangnya sudah cukup baik, tapi yang bikin orang terbebani itu kalau telat bayar harus cuti,”. Akan tetapi menurutnya, cuti merupakan keadaan yang memaksa mahasiswa dalam perkuliahan jika kendalanya hanya seputar pembayaran UKT. (Vy, Caca)

Editor: Hanna Septiana (AJI Surabaya)

Liputan ini merupakan bagian dari Workshop Kolaborasi AJI Surabaya x PPMI Dewan Kota Surabaya x Australia Awards






0 Komentar