Media masa merupakan suatu wahana penyalur informasi sekaligus penampung aspirasi bagi khalayak umum. Dalam hal ini berdasarkan cara kerjanya, suatu media masa dituntut agar selalu memuat berita dan informasi yang faktual agar khalayak selalu update dengan keadaan yang sedang terjadi disekitarnya.
Portal berita tirto.id pernah menyatakan, tanpa media maka kemerdekaan hanya ilusi belaka. Urgensitas media adalah dalam bentuk penyebarluasan suatu informasi bagi semua kalangan agar infomasi tersebut bisa diketahui oleh publik. Media dalam setiap pemberitaan seolah menjadi oase bagi masyarakat yang haus akan informasi.
Portal berita tirto.id pernah menyatakan, tanpa media maka kemerdekaan hanya ilusi belaka. Urgensitas media adalah dalam bentuk penyebarluasan suatu informasi bagi semua kalangan agar infomasi tersebut bisa diketahui oleh publik. Media dalam setiap pemberitaan seolah menjadi oase bagi masyarakat yang haus akan informasi.
Media
masa memiliki jenis yang sangat beragam, demikian halnya dengan cakupan wilayah
penyebaran informasinya. Adakalanya mencakup wilayah secara lokal, nasional,
regional, bahkan internasional. Pun demikian dalam lingkungan kampus, ada Pers
Mahasiswa (Persma) yang mewartakan informasi dari sudut pandang Mahasiswa
kepada segenap civitas akademika kampus.
Persma
merupakan media kampus guna mewartakan kejadiaan dan fenomena bukan hanya yang tampak,
tapi juga apa yang ada di balik fakta itu sendiri.
Sebuah
Media dalam menjalankan tugasnya dituntut untuk memiliki sikap Independen, Kredible,
Seimbang dan Obyektif. Pun demikian dengan Pers Mahasiswa.
Independen,
merupakan karakter persma yang paling vital karena independensi persma akan
menentukan pemberitaan dari pers tersebut tanpa adanya intervensi dari pihak
manapun. Maka dari itu, independensi pers harus di pegang teguh oleh persma.
Kredible,
merupakan karekter pers yang harus ada karena pers mempunyai tugas untuk
memberitakan hal-hal yang berkualitas sehingga kepercayaan pembaca dari pers
tidak ragu dengan isi berita yang disampaikan.
Seimbang,
maksudnya adalah pers tidak boleh condong kepada salah satu pihak dalam suatu
pemberitaan, maka dari itu pihak-pihak yang menjadi objek pemberitaan harus mendapatkan
porsi yang seimbang untuk berpendapat.
Obyektif,
yakni seorang jurnalis akan mengabarkan hal-hal yang memang benar benar terjadi
dan tidak memanipulasi fakta untuk kepentingan tertentu. Ia akan memberitakan
apa yang ia lihat, dengar dan rasakan sesuai kondisi di lapangan.
Problematika
Persma baru-baru ini terjadi di kampus UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, yakni
sebuah Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Alam Tara, sebuah LPM milik Mahasiswa Fakultas
Psikologi dan Kesehatan (FPK) oleh birokrasi kampus (dekanat) dipaksa akan dilebur
kedalam Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas, apabila Ini terjadi akan merusak
bahkan mengambil secara paksa Independensi Persma itu sendiri. Secara tidak
langsung hal ini juga akan membatasi gerak Persma tersebut dalam menjalankan perannya.
Hal
ini merupakan instruksi dari Dekanat FPK yang beralasan hal tersebut telah
sesuai dengan Peraturan Direktorat Jendral Pendidikan Islam (Dirjen Pendis)
nomor 4961 tahun 2016 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan pada Perguruan
Tinggi Keagamaan Islam.
Keputusan
tersebut mengatur tentang UKM di tingkat Fakultas, sedangkan LPM Alam Tara
memang berada pada tingkat fakultas, tepatnya sejak berdiri pada 23 april 2014
silam, namun status UKM ini tidak diatur dalam peraturan Dirjen tersebut, bukan
berarti UKM tingkat fakultas harus tidak ada atau dileburkan ke DEMA, dalam pasal
terakhir mengenai ketentuan tersebut menyatakan “hal-hal yang belum di atur
dalam keputusan ini akan di atur lebih lanjut oleh pimpinan perguruan tinggi
keagamaan masing-masing”.
Ketentuan
akhir dalam pasal tersebut mengindikasikan bahwa Fakultas mempunyai hak otonom
untuk mengatur UKM tersebut. Memang pihak dekanat bisa mengaturnya sendiri
berdasarkan peraturan tersebut, namun seyogyanya juga harus memperhatikan
keputusan itu terhadap kelangsungan UKM itu sendiri.
Apalagi
LPM yang notabene dituntut harus independen, pihak birokrasi kampus tidak boleh
semena-mena mempengaruhi independensi tersebut melalui pemaksaan regulasi. Misalnya
suatu LPM “dipaksa” harus melebur dengan DEMA, maka secara struktural maupun
fungsional persma berada dalam genggaman DEMA tersebut. Secara tidak langsung
ruang gerak LPM akan dibatasi oleh otoritas DEMA sebagai organisasi induknya,
hal ini tentu sangat riskan terjadi intervensi dan pembatasan penyebaran
informasi.
PPMI
(Persatuan Pers Mahasiswa Indonesia) DK Surabaya tergugah oleh permasalahan ini
sehingga pada Hari Rabu (27/2) mengadakan pertemuan antar LPM yang berada
dibawah naungannya untuk membahas hal ini. Disitu menghasilkan keputusan bahwa PPMI
DK Surabaya akan mengeluarkan surat terbuka kepada pihak dekanat FPK, hal ini
ditujukan agar LPM Alam Tara menjadi media yang independen.
“Media
kampus hampir mampus” itu klise yang tepat untuk mengambarkan kondisi media
pers Alam Tara yang apabila problematika ini tidak mendapat respon yang serius,
maka rentan akan berimplikasi pada LPM lainnya. Kejadian serupa sangat rentan
terjadi jika kita apatis kepada problematika tersebut. Birokrasi kampus (dalam
hal ini dekanat) bisa jadi melakukan hal yang sama terhadap LPM Fakultas dengan
berlandaskan penerapan peraturan Dirjen yang terkesan dipaksakan tersebut.
Kita
pun selaku persma yang mempunyai rasa yang sama dengan mereka juga tidak ingin
hal ini merambat pada LPM lain yang ada di UINSA, maka indepensi harus di tetap
melekat pada LPM namun apabila indepensi tersebut dirampas maka ambillah dengan
cara paling jenius sehingga aliansi pers mahasiswa di butuhkan untuk saling
menolong dan melawan dari kesewanang-wenangan.
Ditulis Oleh: Masudi, crew Arrisalah.
1 Komentar
Iqbal hes a
BalasHapus