Evaluasi Kode Etik Mahasiswa, Pentingkah?


Doc. Arrisalah

arrisalahpers.com - Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya telah lama menerapkan Kode Etik Mahasiswa (KEM). Adapun KEM itu sendiri merupakan suatu kewajiban yang harus dipatuhi oleh segenap civitas akademika UINSA. Dalam KEM tersebut diatur sedemikian rupa mengenai etika dan tata tertib yang harus dipatuhi oleh segenap civitas akademika, mulai dari kegiatan perkuliahan, kedisiplinan hingga tata busana di lingkungan UINSA.

Namun demikian, banyak dari kalangan mahasiswa UINSA yang tidak menaati aturan dalam KEM tersebut, misalnya dalam hal berbusana, masih banyak dijumpai mahasiswa di lingkungan kampus yang memakai kaos oblong, jeans sobek-sobek, pakaian terlalu ketat, tidak bersepatu dan sebagainya. Hal itu lantas menimbulkan tanda tanya di lingkungan mahasiswa UINSA, apakah KEM penerapannya yang kurang tegas ataukah kurangnya sosialisasi tentang KEM tersebut?

Hal ini sebagaimana yang diungkapkan salah satu mahasiswi FSH. “Perkembangan KEM di UINSA saat ini sedikit menurun, soalnya dipengaruhi oleh perkembangan zaman. Anak kecil zaman dulu dan zaman sekarang saja sudah beda, apalagi mahasiswa. Di UINSA sendiri ada yang menerapkan ada juga yang tidak. Tetapi menurut saya banyak yang tidak menerapkan,” ujar Ishfina, mahasiswi prodi Ilmu Falak.

Berdasarkan penuturan Ali Ma’sum selaku Wakil Rektor (Warek) III, pihaknya telah mengadakan workshop penyusunan regulasi kegiatan mahasiswa yang salah satunya mengevaluasi KEM. Acara ini dilaksanakan di Puncak Ayyana Hotel and Resort Trawas, Mojokerto, Jawa Timur pada tanggal 26--27 November lalu. Acara ini diikuti oleh 80 peserta yang terdiri dari kalangan birokrat kampus dan perwakilan mahasiswa (UKM, UKK, DEMA dan SEMA Universitas).

Dalam pertemuan tersebut telah disepakati mengenai evaluasi KEM terbaru yang berlaku di UINSA. Salah satu poin yang terdapat di dalam KEM yaitu mengenai penampilan dan cara berdandan. Penampilan yang dimaksudkan dalam hal berbusana harus sesuai dengan syariat Islam. Seperti menutup aurat, tidak boleh terlihat lekuk tubuhnya dan sopan menurut adab kebiasaan kita. Begitupun dengan berdandan tidak boleh berlebihan.

Namun, poin tersebut menimbulkan pro kontra di kalangan mahasiswa. Salah satu pendapat yang mendukung hal tersebut diutarakan oleh Ishfina,”Kalau saya pribadi setuju dengan adanya peraturan yang tidak memperbolehkan dandan berlebihan. Menurut saya hal seperti itu gak perlu lah. Soalnya kan kita masih belajar. Biar ada bedanya, dimana dosen dimana mahasiswa,” tuturnya ketika diwawancarai crew Arrisalah.

Namun ada juga yang tidak sepakat pada aturan tersebut, diantaranya disampaikan oleh Desmon. “Saya tidak setuju karena hal tersebut terkesan mengganggu otoritas tubuh serta terlalu meng-obyektifitas-kan wanita,” papar mahasiswi HTN semester 3.

“Terkait dengan pengevaluasian KEM, memang  tidak dilaksankan tiap tahunnya. Itu karena saya melihat KEM ini belum sepenuhnya berjalan dan ditaati. Nah, dari workshop kemarin itu saya  ingin menggali kenapa-sih susah sekali? Yang gak cocok dengan mentalnya mahasiswa itu yang seperti apa? Dan dengan itu pula kita ingin memperbaharui dan menindaklanjuti hal-hal yang mungkin tidak tepat untuk mahasiswa atau sudah tidak berlaku bagi mahasiswa. Peraturannya itu sudah ada. Tapi kenapa tidak jalan? Kenapa? Nah, itu kita ulas,”  tutur Warek III ketika ditemui crew Arrisalah di ruangannya.

Untuk saat ini, KEM masih dalam proses pengolahan data berupa draft. Rencananya Warek III akan meresmikannya di akhir tahun 2018. Beliau akan mengundang seluruh jajaran  SEMA dan DEMA se-UINSA untuk melakukan sosialisasi dari hasil workshop yang dilaksanakan di Trawas kemarin. “Jadi, perkiraan saya di awal tahun 2019 KEM sudah dilaksanakan,” jelasnya.

“Saya harap dengan adanya aturan mengenai KEM yang terbaru dapat menjadikan mahasiswa UINSA memiliki perilaku yang beradab, serta dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.” pungkasnya. (Vrn/Cja/ Ayn)

0 Komentar