13 Tahun Renggut Hak Masyarakat, Lapindo Bukan Pelanggaran HAM Berat?


Doc. Arrisalah

Semburan lumpur panas akibat pengeboran oleh PT. Lapindo Brantas, desa Renokenongo,  Porong, Sidoarjo sudah berumur 13 tahun tepat pada tahun ini.

Kegiatan yang diselenggarakan Wahana Lingkingan Hidup Indonesia Jawa Timur (WALHI JATIM) diselenggarakan di Hotel Primebiz (30/04), yakni Peluncuran Riset: Catatan Ecocide dalam Konteks Lumpur Lapindo Sidoarjo. Ecocide sendiri dapat diartikan sebagai perampasan hak-hak hidup yang dapat merugikan manusia, hewan, dan tumbuhan akibat ulah manusia atau penyebab lain.

WALHI JATIM menyayangkan insiden ini tak masuk dalam kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Pasalnya, dampak atas penyemburan lumpur lapindo tersebut mengakibatkan hilangnya hak atas tanah, rumah, mata pencaharian, artikulasi sosial-budaya, pendidikan, dan fasilitas pelayanan publik.

Konteks awal perusahaan meminta izin warga untuk mendirikan lahan peternakan ayam dengan melakukan paksaan kepada beberapa warga untuk menjual lahan atau rumah.

Penelitian WALHI pada tahun 2008 menyimpulkan bahwa tanah dan air di sekitar lumpur panas mengandung Polycylic Aromatic Hydrocarkon (PAH) hingga 2000 kali di atas ambang batas normal.

Hasil riset ditemukan 10 penyakit yang dialami oleh korban lumpur lapindo. Salah satu penyakit yang paling banyak diderita adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut tercatat dengan jumlah sekitar 63.750 koban.

Pada dasarnya hilangnya hak atas lingkungan hidup telah diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009, namun belum ada implikasi nyata dari aturan tersebut.

“Kasus ini jika tidak dapat dikatakan pelanggaran HAM yang berat, apakah dianggap selesai? Tidak, tidak sama sekali. Apa yang disampaikan Komnas HAM pada bapak ibu sekalian (red: korban) itu mungkin tidak utuh, kasus ini harus tetap diadvokasi, direhabilitasi,” pungkas M. Ridha Saleh, selaku pemerhati masalah hak atas tanah lingkungan hidup yang bersih dan sehat.

Ia juga berharap agar kasus ini kembali muncul dipermukaan karena kasus tersebut memang belum benar-benar tuntas. (Yaz/Hid)

0 Komentar