Bentuk Visual Novel Bumi Manusia



(Doc. Twitter)

Judul Film : Bumi Manusia
Sutradara : Hanung Bramantyo
Skenario : Salman Aristo
Produser : Frederica
Durasi : 172 menit
Perusahaan Produksi : Falcon Pictures
Tanggal Rilis : 15 Agustus 2019
Pemeran :
Iqbaal Ramadhan sebagai Minke
Mawar Eva de Jongh sebagai Annelies Mellema
Sha Ine Febriyanti sebagai Nyai Ontosoroh

Agustus 2019 dunia perfilman Indonesia dimeriahkan oleh beberapa film epic salah satunya film Bumi Manusia. Sebuah film adaptasi novel fenomenal karya Pramoedya Ananta Toer ini menjadi perbincangan hangat pencinta film juga penikmat sastra.

Dalam review film ini saya yakin penggemar novel Bumi Manusia pasti sudah mengerti jalan ceritanya. Akan tetapi hal tersebut tidak mengurungkan niat saya untuk memaparkan sedikit alur ceritanya. Diceritakan kehidupan kolonial pada abad 20 di pulau Jawa. Tokoh utamanya seorang pribumi asli (tidak memiliki darah keturunan Eropa). Karena kecerdasannya ia menjadi satu-satunya pribumi yang bersekolah di Hogere Burgerschool.

Ia dikenal banyak orang dengan nama Minke. Panggilan yang didapat dari guru di sekolahnya dan baru dimengertinya setelah belajar bahasa Belanda bahwa minke berarti monyet. Minke pandai menulis sehingga tulisannya dimuat oleh koran. Minke tak mau menggantikan posisi jabatan tinggi ayahnya. Ia tetap memilih menjadi bebas, manusia merdeka. Karena menurutnya, menjadi bupati sama saja menjadi budak para penjajah pada masa itu.

Minke mencintai dan menikahi anak perempuan pemilik perusahaan, Annelies Melemma. Gadis Indo yang ingin menjadi pribumi seperti ibunya Nyai Ontosoro. Tak lama setelah pernikahannya, Minke dan Nyai Ontosoro diduga menjadi penyebab kematian ayah Annelies. Tuan Herman Melemma yang ditemukan tergeletak dengan mulut berbusa di rumah bordil milik Babah At Tjong.

Walau pada akhirnya yang dipenjara adalah Babah At Tjong, pengadilan Belanda mengambil alih semua harta milik Herman Melemma juga hak perwalian Annelies Melemma. Mereka menganggap tidak ada pernikahan yang sah antara Tuan Herman Mellema dengan Nyai Ontosoro maupun pernikahan Minke dengan Annelies Mellema.

Di akhir film dengan diiringi ost Ibu Pertiwi yang dinyanyikan Iwan Fals, Once, dan Fiersa Besari. Annelies pergi dibawa berlayar ke Belanda. Diam tanpa menoleh pada rumah untuk terakhir kalinya sama seperti Nyai Ontosoro ketika dulu dijual pada Tuan Herman Melemma untuk melunasi hutang orang tuanya.

Seakan nyata terjadi, film ini benar-benar memvisualisasikan novel adaptasinya. Hal ini tak jauh dari para pemeran film yang menjiwai dan sutradara yang mengatur jalannya pengambilan setiap bagian film dengan baik. Ditambah dengan dialog menggunakan bahasa Belanda dan bahasa Jawa menjadi nilai tambah untuk film ini. Saya yakin, kalian pembaca review film ini tidak akan bosan menghabiskan tiga jam bersama film ini. (Nada)

0 Komentar