Saham Bermodal Sampah: Pemecahan Rekor MURI Pasar Modal


doc.Arrisalah

Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEBI) UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, kemarin (12/9) telah menyelenggarakan rangkian terakhir dari Assalam guna memecahan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) Indonesia.

Acara tersebut berlangsung di dua tempat dengan waktu yang bersamaan. Tempat penyelenggaraan acara tersebut berlokasi di Amphitheater Twin Tower dan Sport Center (SC) UINSA.

“Alasan diadakannya dua acara sekaligus itu karena yang di sini (red: Amphitheater) di model versi digital dan inti dari Assalam ya ada di sini, dan adapun yang di SC itu menerangkan tentang skema dan konsep sampah,” tutur Eka Mega selaku panitia.

Jumlah peserta mencapai 5300, riciannya yakni 300 peseta di Amphitheater dan di SC mencapai 5000 peserta.

Dalam acara tersebut turut hadir, Dyah Susilowati kepala Dinas Lingkungan Hidup, Indah Kurnia selaku anggota Komisi II DPR RI, Heru Cahyono kepala Otoritas Jasa Keuangan regional IV Surabaya, Risyana Mirda direktur Bank Jatim, Hasan Fauzi perwakilan dari Bursa Efek Indonesia, Masdar Hilmy Rektor UINSA, dan jajaran pejabat serta dosen di UINSA.

“Nilai yang terkandung dalam Assalam ini sangat positif dan inovatif,” ucap Dyah Susilowati
dalam sambutannya.

Risyana Mirda menyampaikan dalam sambutannya, bahwa perlunya investasi sejak dini untuk menata masa depan yang lebih baik.

“Kendalanya adalah memunculkan minat investasi di kalangan mahasiswa yang bersembara dengan masalah keuangan karena masih bergantung pada orang tua. Program nabung saham modal sampah Assalam ini merupakan perpaduan kegiatan learn, care dan invest. Dengan adanya program ini tentunya dapat memberikan dampak positif,” ujar direktur Bank Jatim.

Masdar Hilmy berharap, Assalam akan tercipta kebersihan dan pengelolahan sampah yang baik.

Latar belakang adanya Assalam bermula adanya Tim Analisis dan Riset FEBI UINSA. Mereka menyatakan, bahwa dari riset yang dilkukan yakni mendapati mahasiswa juga ingin memiliki tabungan saham. Kendala yang dialami adalah terkait mahalnya modal untuk menanam saham.

“Kita menemukan bahwa mahasiswa juga ingin punya saham, tapi banyak dari mahasiswa yang berfikiran bahwa saham itu mahal, belum lagi mikir uang kos dan lain-lain. Akhirnya, kita bikin pergerakan baru yang bekerja sama dengan Pasar Saham Syariah (PSS), jadi yang awalnya sampah diubah menjadi saham,“ tutur Eka Mega. (Virna/Taufik)

0 Komentar