Spontanitas Dan Dari Hati: Pelajar Ikut Turun Jalan


(Doc. Arrisalah)

Aksi demonstrasi #SurabayaMenggugat (26/9) dilaksanakan di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur (DPRD Jatim) yang diagungkan oleh warga Surabaya, mengklaim kelompoknya sebagai Aliansi Kekuatan Sipil seperti halnya gerakan-gerakan di kota lainnya.

#SurabayaMenggugat juga menuntut beberapa poin yang isinya kurang lebih sama dengan gerakan #GejayanMemanggil yang telah dilakukan terlebih dahulu (24/9) di Yogyakarta.
Pada siaran pers yang diterbitkan oleh #Surabaya Menggugat di antaranya yang pertama menolak UU KPK (Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi) dan mendesak presiden agar menerbitkan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang). Kedua, menolak sejumlah RUU (Rancangan Undang-Undang) yang bermasalah seperti RKUHP (Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), RUU Ketenagakerjaan, dan RUU Pertanahan. Ketiga, mendesak DPR RI agar segera mengesahkan RUU PKS (Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual). Keempat, mendesak pemerintah untuk menyelesaikan kasus Karhutla (Kebakaran Hutan dan Lahan), Kelima, menolak adanya dwifungsi aparat. Keenam, mendesak pemerintah untuk melakukan dialog dan menyelesaikan kasus HAM (Hak Asasi Manusia) yang terjadi di Papua.


Aksi demonstrasi ini diikuti mulai dari kalangan mahasiswa, warga sipil, buruh, dan siswa. Salah satunya Adit yang sempat ditemui kru Arrisalah saat berada lapangan, ia merupakan siswa SMK Antartika mendatangi aksi bersama teman-temanya setelah melaksanakan ujian di sekolahnya. Dari keterangan Adit, ia mengtahui adanya aksi ini dari sosial media dan tidak ada tim yang mengkoordinasi secara resmi dari sekolahnya, “Nggak, mas. Nggak ada yang ngajak. Spontanitas, dari hati,” tutur siswa kelas 11 itu.


Semangat Adit dan teman-temannya ini merupakan hal yang baik dalam merespon sebuah isu yang terjadi saat ini. Sayangnya, ketika ditanya mengenai substansi yang disuarakan pada aksi #SurabayaMenggugat ini, dirinya kurang memahami perihal apa saja yang sebenarnya dituntut oleh para demonstran.


Begitu pula dengan Rafi dan Ahmad Fadil siswa SMA Taruna, sepulang sekolah, mereka juga mendatangi lokasi aksi hanya berdua saja untuk mengikuti aksi tersebut. Ketika ditanya mengenai poin-poin tuntutan, mereka hanya menjawab, “Tentang keluar malem dibatasi jam 10 dan KUHP itu, kak,” ujar mereka. Tak hanya siswa dari SMA dan SMK saja, siswa STM pun turun ke jalan bergabung dengan massa aksi #SurabayaMenggugat.


Tindakan yang dilakukan oleh kawan-kawan dari kalangan SMA sederajat merupakan hal yang baik. Akan tetapi, ditakutkan mereka mudah terprovokasi dan melakukan tindakan destruktif lantaran belum memahami secara keseluruhan substansi dan tuntutan aksi #SurabayaMenggugat. Sehingga aksi mereka terkesan hanya menjadi poser dan mengikuti hal yang sedang menjadi trending. (Ayn, Dim, Ifa)

Penulis: Ayna, Dimas, Ifa
Editor: Tiyaz

0 Komentar