Wakil Rakyat Bungkam, Kepercayaan Terhadap DPR Mulai Terkikis


(Doc. Arrisalah)

Aksi #SurabayaMenggugat yang dilaksanakan pada Kamis (26/9) bertempat di gedung DPRD JATIM. Mereka menolak dengan tegas pasal-pasal kontroversial yang dianggap kurang memenuhi rasa keadilan kepada rakyat serta menuntut kebijakan pemeritah mengenai problematika yang melanda Indonesia akhir-akhir ini. Tuntutan tersebut antara lain: Pembatalan UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), penolakan RUU Ketenagakerjaan, penolakan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), penolakan RUU Pertanahan, Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), mengusut tuntas permasalahan Kebakaran Hutan dan Lahan (KARHUTLA), Dwifungsi Aparat, serta Demokrasi dan HAM di Papua.

Selama aksi demo, mahasiswa berharap pihak DPRD JATIM berkenan untuk mendengarkan dan menanggapi aspirasi demi terciptanya transparansi kebijakan pemerintahan. Sebab DPR adalah wakil rakyat, yang mana seharusnya dapat mendengar dan menampung aspirasi yang dikeluarkan oleh rakyat. “Kita sebagai rakyat sudah mempercayakan tugas ini secara penuh kepada DPR, mbak. Namun, tak seharusnya para penguasa kursi DPR menggunakan haknya sewenang-wenang hingga merugikan rakyatnya sendiri. Jelas, kita sangat keberatan terhadap RUU yang dibuat mereka. Kita hanya minta yang terbaik untuk bangsa ini, mbak,” ujar salah seorang mahasiswa Universitas Adi Buana Surabaya.
  
RUU dibuat untuk rakyat, maka sudah seharusnya rakyat juga harus dilibatkan. Berkaitan dengan saran-saran yang diberikan juga sepatutnya dipertimbangkan. Pasal-pasal kontroversial harus dikaji kembali kesesuaiannya terhadap keadaan rakyat saat ini. “Menurut saya, memang tidak masalah jika DPR ingin merevisi UU seperti RUU KUHP, karena tidak dapat dipungkiri bahwa KUHP kita ini peninggalan dari Belanda. Saya pun tidak masalah itu, tapi alangkah baiknya jika pembuatannya harus transparan, dalam arti jika ada saran-saran dari mahasiswa atau rakyat biasa mohon didengarkan. Terlebih lagi pembuatan RUU ini terkesan buru-buru dan menurut saya, sosialisasi dari DPR sendiri sangat kurang,” tutur Yolanda, mahasiswi Universitas Dr. Soetomo yang menginginkan aksi tetap damai.

Namun sangat disayangkan, di balik aksi demonstrasi terdapat seorang mahasiswa yang menuliskan kalimat kurang pantas untuk ditujukan kepada publik. Kalimat tersebut berisi tentang tuntutan Presiden Joko Widodo untuk turun dari kursi kekuasannya. “Ya, kalau itu kita tidak punya hak, mbak. Karena pemberhentian dan pengangkatan seorang presiden sudah diatur dan juga merupakan wewenang dari DPR. Tak sepatutnya tulisan tersebut ditampilkan dimuka umum, karena kurang sopan,” tutur Anisa, mahasiswi Universitas Pembangunan Nasional Veteran JATIM.

Ketika turun ke jalan, alangkah baiknya mahasiswa menggunakan profesionalitas intelektualnya. Bukan hanya emosi jiwa dan keinginan ‘ikut-ikutan’. Tetapi juga harus mengkaji permasalahan yang ditujukan. (Aml, Cil, Hid, Him, Kmd)

Penulis: Amel, Nacil, Hidayah, Himatul, Khamada
Editor: Tiyaz

0 Komentar