Pematangan Langkah Advokasi Menyikapi KMA, SE Kemenag dan SK Rektor



(Doc. PAM) 

Payung Advokasi Mahasiswa UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya melaksanakan webinar yang bertajuk “Analisis Kebijakan Kampus Di Masa Pandemi Covid-19” pada hari Rabu (24/6). Webinar tersebut menghadirkan tiga pembicara, yaitu Nawwir (Ketua DEMA UINSA), Bayu Diktiarsa (Penulis Buku Advokasi Kebijakan Pendidikan Tinggi), dan Sahura (Lawyer). Webinar dilaksanakan sebagai sarana menganilisis bersama mengenai persoalan Uang Kuliah Tunggal (UKT), dalam hal ini khususnya mahasiswa UINSA, “Hal ini bertujuan agar memberikan dampak perubahan, menuntut Kemenag dan rektor, untuk itu persoalan ini harus diawasi bersama agar menghasilkan hasil,” ujar Nawwir.

Bayu mengingatkan bahwa UU No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi dan Pasal 76 Ayat 1-5 mempunyai hubungan sebagai penguat dasar hukum terhadap UKT mahasiswa dan kebijakan universitas, dalam menuntut kebijakan diperlukan data yang kuat. Sahura juga menanggapi, pendidikan tidak boleh dikomersilkan, bahwa pendidikan yakni berhubungan dengan hak asasi setiap manusia.

(Terang: Bayu Diktiarsa memaparkan KMA No. 515 Tahun 2020)

Ilham Fariduz Zaman, salah satu peserta webinar mengajukan pertayaan mengenai bagaimana sistematika melakukan gugatan class action di Pengadilan Tata Usaha Negeri kepada rektor terkait SK Rektor UINSA No. 583 Tahun 2020, Sahura menjawab bahwa yang paling penting dari persoalan ini adalah apa yang ditawarkan dan apa yang menjadi problem dan apakah kebijakan itu melanggar UU. Beliau menegaskan bahwa gugatan tidak semata-mata perihal menang atau kalah, namun hal tersebut juga sebagai pengingat agar pejabat berhati-hati dalam menentukan kebijakan. Bayu menambahi bahwasannya mahasiswa perlu menanyakan laporan keuangan yang sudah dibelanjakan, sebagai monitor pengeluaran kampus.

Penanya kedua, Lingga Pratama menanyakan tentang teknis secara umum terkait pembuatan draft perbandingan UKT dengan universitas lain. Bayu menanggapi bahwa yang dibutuhkan sebagai bahan perbandingan adalah mencari universitas dengan akreditasi, fasilitas, dan UKT yang sepadan. Bayu juga menambahi "Rektor universitas yang bagus tentunya lebih berpihak ke mahasiswa, bukan Kemenag".

Sebagai penutup, Sahura mengingatkan kembali agar legitimasi tidak lemah, bentuk bagian dari keberhasilan tahapan provokasi mahasiswa salah satunya tercapainya rencana advokasi, yakni minimal yang tercapai adalah mengingatkan pejabat kampus. (Dhif)

Editor: Dimas

0 Komentar