Jika Majnun Membenci Layla


Hakikatnya cinta itu sebuah timbal balik, yang nyata dan bersua. Memberi walau papa tak berdaya. Lalu, jika menadaburi banyak kisah percintaan, dapat ditarik sebuah benang merah. Mereka lantas mau berjuang, kepada perasaan semu yang kadang tidak tumbuh sebaiknya. Serta dengan kalimah Tuhanlah Alfa lantas meneguhkan hati. Menghindari segala macam pintu maksiat yang membuatnya berpaling dari sang Rabbi. Termasuk terhadap godaan wanita paling cantik di kampusnya, Laira. 

Laira itu aneh. Dengan segenap daya dan upaya nya, selalu saja bertingkah menggodanya. Bibirnya yang merah ranum, dan bulu mata nya yang melentik indah, memang pantas membuatnya dijuluki primadona. Lantas, setiap kali mengingat siluet wajah Laira, Alfa mengusap wajahnya sambil bergumam istighfar. Entah sudah berapa kali, Alfa menolak bekal buatan Laira yang katanya dibuat dengan sepenuh raga jiwa itu. Takutnya jika diterima lantas ia berharap penuh suka cita.

Perempuan mana yang tidak tergoda dengan paras seindah milik Alfa. Hidung mancungnya yang berpadu dengan tubuh tinggi semampai. Belum lagi akhlak seperti sahabat Nabi, dengan sikap jahat penuh tatapan amarah, membuat Laira benar-benar mengingkan lelaki itu. Entah untuk menjadi apa, karena untuk hubungan haram yang bodohnya sering Laira adukan pada Tuhan, sudah pasti Alfa tidak akan mau. Ini bukan lagi soal betapa harga dirinya sering terinjak, tidak peduli. Jelas hanya pria seperti Alfa, yang akan membuat ia menjadi wanita baik-baik ke depannya.

Alfa pun sama halnya dengan mereka yang juga menginginkan hubungan manis dengan lawan jenisnya. Namun bedanya, Alfa mampu menahan sekuat yang ia bisa demi hubungan di masa depannya yang lebih indah dan ia harap dapat diridhoi Tuhannya, yang tidak lain mustahil didapat melalui jalur pacaran. 

Suatu hari, Laira kembali mendatangi Alfa dengan membawa bekal buatannya yang sudah dihias indah. Dan lagi-lagi, Alfa menolaknya. 

“Kalau yang ini diterima, besok aku janji ga akan buatin kamu bekal lagi. Jadi, tolong ya,” pinta Laira yang entah kenapa hari ini terlihat kalem, tidak bar-bar seperti hari hari biasa ia menawarkan bekalnya untuk Alfa. 

Alfa diam sebentar memandangi kotak bekal yang dibawa Laira. Sebenarnya ia kasihan, tapi bagaimana lagi. Daripada ke depannya jadi lebih ribet. Namun akhirnya untuk kali pertama, Alfa menerima bekal pemberian Laira. 

“Oke, pertama dan terakhir ya. Terima kasih.” Alfa pun mengambil kotak bekal tersebut dari tangan Laira. Dan anehnya, Laira langsung pergi padahal biasanya ia akan menunggu sampai Alfa yang hilang terlebih dahulu dari pandangannya. 

Keesokan harinya, Alfa mengembalikan kotak bekal milik Laira. Dan ternyata hari pengembalian itu menjadi hari terakhir komunikasi di antara mereka. Selanjutnya, Laira tidak terlihat lagi mendatangi Alfa untuk memberi bekal maupun sekedar menyapa genit seperti biasanya. Alfa yang berujung penasaran akhirnya memilih diam-diam memperhatikan tingkah Laira. 

Laira kini menjadi sosok santun yang tidak banyak bergaul dengan lawan jenisnya, menjadi kalem dan lebih berwibawa. Hal itu terjadi secara istiqomah sampai di tahun terakhir kuliahnya. Membuat Alfa akhirnya mantap menjadikan Laira sebagai satu sosok yang ingin ia kenalkan pada orang tuanya dalam jalur resmi tanpa maksiat melihat bagaimana perubahan drastis yang terjadi secara hebat dalam dirinya. 

Adapun hal yang tidak akan pernah Alfa ketahui adalah di hari bekal Laira diterima olehnya, malamnya Laira sempat shalat istikharah untuk pertama kali dalam hidupnya. Dan kala itu ia berdoa dengan sungguh-sungguh meminta petunjuk dari tuhannya.

“Ya Allah, jika Engkau membuat tangan Alfa mau menerima bekal dariku, maka aku sungguh akan menjauhinya. Dan jika hari itu adalah besok, maka itu berarti aku memang penuh dosa dan Engkau sedang murka kepadaku.”


TAMAT

Cerpen oleh Advy Ar Rumaysha & Cinintha Kareena 

0 Komentar