Mahasiswa dan Idealisme yang Semu

Ditulis oleh: Samsul Arifin

Editor: Caca

Mahasiswa adalah manusia yang memiliki kecenderungan untuk menjadi seorang pemikir yang idealis dan kritis, mahasiswa merupakan segerombolan pemuda yang kerjaannya adalah membaca, berpikir dan berdiskusi. Mahasiswa yang memiliki pemikiran yang idealis dan kritis tidak pernah ku jumpai dalam sejarahnya mereka lahir dari ruang-ruang hampa dan hanya sekedar tebar pesona bagaikan orang-orang yang tidak memilki tujuan, ide, dan gagasan untuk masa depannya. 

Mereka pasti selalu menyisihkan kisah-kisah yang mengharukan dan perjuangan yang penuh dengan kesengsaraan, mahasiswa yang idealis dan kritis pasti dimusuhi banyak orang terutama bagi orang-orang yang memiliki kepentingan dan merasa terganggu keamanannya. Tetapi, itu merupakan tugas dan fungsi dari seorang mahasiswa sebagai agent of change dan agent social control. Kita selalu dilatih untuk menjadi orang yang memiliki kepekaan sosial dan tidak pernah mau berkompromi dengan ketidakadilan. 

Seperti apa yang dikatakan Soe Hok Gie dalam bukunya Catatan Sang Demonstran “lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan” ungkap Gie. 

Itulah salah satu potret seorang yang memilki pendirian yang ideal tidak mudah dipatahkan dengan ancaman-ancaman yang dilayangkan kepada dirinya meskipun nyawa yang menjadi taruhannya. Begutupula Tan Malaka yang mencita-citakan kemerdekaan 100% dan tidak pernah mau berkompromi dengan imperialis.

Mungkin dulu sebelum masuk kampus dan menjadi seorang mahasiswa kita memilki pemikiran dan imajinasi yang sama, bahwa kita akan menjadi insan yang idealis dan kritis dan menjadi orang yang ahli atau pakar di bidang keilmuan yang kita geluti, dapat berkontribusi untuk kemajuan bangsa dan negara meskipun kita tahu bahwa biaya pendidikan hari ini begitu mahal seakan-akan pendidikan itu hanya milik si kaya dan si mikin tidak boleh berpendidikan. Ibarat judul bukunya Pak Eko Prasetyo yang berjudul “ Orang Miskin Dilarang Sekolah” namun, kita tetap bersikukuh untuk mengorbankan segalanya untuk meraih dan memperjuangkan apa yang kita inginkan dan kita cita-citakan. Namun, sayangnya semua yang kita pikirkan selama ini hanyalah banyangan-bayangan semu karena semua itu harus kita kubur dalam-dalam. Terlalu kecil harapan kita untuk mencapai semua itu karena ketidak-profesionalan para birokrasi kampus yang tidak pernah memikirkan dan mementingkan kebutuhan-kebutuhan para mahasiswanya yang sangat esensial dan vital untuk dipenuhi salah satunya seperti perpustakaan sebagai taman baca yang sangat menunjang akan kualitas keilmuannya dan untuk menggali informasi keilmuan seluas-luasnya.

Bayangkan saja ketika saya menanyakan kepada beberapa mahasiswa yang sudah semester tua atau di atas saya, ketika ditanya "Dimana tempat perpustakaan fakultas?” Dia menjawab, "Saya tidak tahu di mana perpustakaan fakultas” dan yang membuatku heran dia baru tahu bahwa fakultas punya perpustakaan. Ini merupakan sebuah kecacatan yang luar biasa. Dalam pikiranku setelah mendapati jawaban itu timbul pertanyaan besar “Kira-kira seniorku ini pernah baca buku apa tidak ya?” dan “Bisakah dia nanti mengerjakan skripsi dan lulus tepat waktu?”

Tidak kalah mengejutkan lagi setelah beberapa hari kemudian saya mendapatkan kabar bahwa ternyata Fakultas Syariah dan Hukum menjadi pemecah rekor terbanyak yang di drop out (DO) ini sangat mengenaskan dan perlu dievaluasi dan dibenahi oleh birokrasi kampus sebagai pertanggung jawaban untuk memberikan yang terbaik karena ini menyangkut masa depan kita sebagai mahasiswa apakah kita akan menjadi yang terbelakang, stagnan atau maju semua itu tergantung para pemangku kebijakan.

Sangat disayangkan jika sebuah institusi atau lembaga pendidikan yang seharusnya melahirkan orang-orang yang terdidik dan insan yang kamil malah menjadi tempat praktik untuk melahirkan orang-orang yang tidak beretika dan hanya menjadi bumerang bagi bangsa dan negaranya. Mestinya sebuah institusi pendidikan mampu melahirkan orang-orang akademisi, cendikiawan dan intelektual yang bisa memperbaiki tatan kehidupan sosial. Jika kampus sudah tidak lagi menjadi tempat untuk membentuk karakter manusia yang bermoral, idealis, dan kritis lalu dimana kami mendapatkan pendidikan itu? 

Saya sebagai mahasiswa yang selalu merasa resah ketika mendapati teman-teman mahasiswa tidak suka baca buku dan berdiskusi, tetapi mau bagaimana lagi kampus tidak ingin mengambil peran untuk memberikan pencerahan dan mengarahkan bagaimana idealnya soerang mahasiswa dan juga kurang serius untuk melahirkan produk yang mampu bersaing ditaraf internasional dan menjadi kiblat peradaban.


0 Komentar