Mengingat Kembali Munir Said Thalib melalui September Hitam

(Peringatan Peristiwa September Hitam oleh LBH | Foto: Wahid)


Di penghujung September, kami menghadiri acara “Doa Bersama Mengenang Perjuangan Munir Said Thalib dan Memperingati September Hitam” yang diadakan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya. Bertepat di Sentra Wisata Kuliner Bratang Binangun, Jl. Raya Manyar No. 80A Surabaya. Acara ini dihadiri oleh beragam kalangan mulai dari buruh, warga miskin kota, Komnas perempuan, mahasiswa, dan sebagainya. 


Siang itu, ibukota cukup ramah dengan langit mendungnya serta hujan ringan yang tiba-tiba turun. Surabaya seperti sedang berbaik hati pada kami hari itu. Kami juga menangkap hal yang menarik disini, biasanya acara LBH pada peringatan di bulan September diadakan di indoor, tahun ini mereka melakukannya di ruang terbuka serta mengajak Serikat Pedagang Kaki Lima (SPEKAL) untuk turut bekerjasama dalam acara ini. 


Sekitar pukul 13.00 WIB acara dimulai, kami disuguhkan hiburan musik dari musisi Aminor, salah satu musisi jalanan di Surabaya. Irama musik diselipkan pembacaan sajak-sajak puisi yang menarik tuk diresapi maknanya. Setelahnya, memasuki acara inti yang telah ditunggu-tunggu, talkshow bersama Indro Sugiarto (Direktur ke-3 LBH Surabaya) dan Suciwati (istri dari Alm. Munir, sekaligus aktivis HAM) sebagai pemateri pada acara ini. 


"Salah satu kasus HAM berat yang belum selesai yaitu Cak Munir. Cak Munir pembela HAM yang luar biasa, dimana kita bisa meneladani peran Cak Munir melawan ketidakadilan, melawan proses hukum yang tajam kebawah," ujar Indro Sugiarto dalam penjelasannya mengenai sosok Munir yang dikenalnya. Ia juga menjelaskan bahwasannya Munir dulu memulai karirnya di LBH Surabaya. 


Kasus pembunuhan Munir sampai saat ini juga masih berusaha diperjuangkan oleh sang istri, Suciwati. Ia mendesak Komnas HAM agar segera menemukan dalang di balik tragisnya kejadian itu. Namun, mirisnya hingga saat ini belum ada pergerakan yang masif dan penelusuran lebih dalam mengenai hal ini. 


Kami selaku perwakilan dari mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya, khususnya prodi Hukum Ekonomi Syariah yang kebetulan mendapat undangan dari LBH bertanya, mengapa kasus Munir ini tergolong sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang berat padahal dalam hitungannya jumlah korban hanya seorang saja. Suciwati menjawab, tragedi Munir itu termasuk pelanggaran HAM berat karena bagaimanapun terdapat banyak hal yang mengganjal. Sehingga, dapat dikatakan kejadian tersebut seolah terstruktur secara sistematis dan diduga pelakunya ialah orang-orang yang ada di lembaga negara. Kasus Munir sebenarnya juga melibatkan banyak orang, dimana ketika para pendamping buruh maupun petani disikat, maka mereka akan selalu tertindas tidak akan berani mengeluarkan suara.


Kita membutuhkan sosok seperti Munir lagi disaat sekarang dan seterusnya, sehingga kita tidak takut lagi untuk meminta pembelaan dan keadilan terhadap negara. Negeri ini krisis orang jujur dan mempunyai nurani yang tulus. Seperti yang kita semua lihat, masih banyak drama yang terjadi bagi pemegang kekuasaan dan wewenang. (Wahid, Caca)

0 Komentar