Doc.
Arrisalah
arrisalahpers.com - Selasa (4/12) bertempat di gedung aula
lantai 4 Fakultas Syadiah dan Hukum (FSH) telah terlaksana Kongres Besar
Mahasiswa FSH (KBM FSH). Acara yang bertajuk “Membumikan Nilai-Nilai Demokrasi
Demi Terwujudnya Pemimpin Yang Sejati” tersebut dihadiri oleh semua perwakilan
Senat Mahasiswa (SEMA), Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA), Himpunan Mahasiswa
Prodi (HIMAPRODI), Koordinator Mahasiswa (KOSMA), Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)
dan Unit Kegiatan Khusus (UKM) se- FSH.
Acara ini merupakan agenda rutin tahunan
yang dilaksanakan oleh SEMA FSH. Selain dijadikan agenda rutin menjelang
pergantian kepengurusan di lingkungan SEMA dan DEMA, dalam acara ini juga
dijadikan sebagai sarana musyawarah penetapan aturan baru di lingkungan
Mahasiswa FSH.
“Hal ini memang telah menjadi acara
rutinan di FSH untuk menentukan aturan-aturan baru di lingkungan mahasiswa FSH
yang akan datang” ujar Ilham Maulana, selaku ketua SEMA FSH.
Dalam kongres tersebut diadakan beberapa
pembahasan, di antaranya adalah Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART),
Garis Besar Haluan Organisasi (GBHO), Komisi Pemilu Raya Mahasiswa Distrik
(Kopurwadi), dan Tata Laksana Kerja Organisasi untuk tahun yang akan datang.
Pada awal acara, kongres berjalan
kondusif dan teratur. Para peserta kongres yang terdiri dari peserta aktif dan
peserta peninjau dengan khidmat mengikuti acara. Adapun yang membedakan antara
peserta aktif dan peninjau adalah jika peserta aktif selain memiliki hak
berpendapat juga memiliki hak suara dalam pengambilan keputusan, sedangkan
peserta peninjau hanya memiliki hak berpendapat saja.
Akan tetapi ada sedikit ketegangan
ketika pimpinan sidang menempati tempatnya dan hendak membuka sidang. Sebagian
peserta tidak sepakat dengan sidang tersebut karena dinilai tidak sesuai
prosedur. Di antaranya jumlah peserta yang kurang dari ketentuan dan minimnya
sosialisasi dalam pelaksanaan acara tersebut.
Doc.
Arrisalah
Salah satunya diutarakan oleh Iqbal, ia
ngotot meminta untuk menunda persidangan karena panitia belum mengecek jumlah
peserta yang sudah ditentukan.
“Acara ini tidak sesuai dengan peraturan
yang telah ditentukan. Pada pasal 9 yang mengatur tentang forum persidangan
menjelaskan bahwa persidangan belum bisa dimulai jika forum belum memenuhi
separuh dari kehadiran undangan KBMF. Dari panitia sendiri belum mengecek
peserta yang hadir dan langsung memulai forum persidangan. Maka dari itu saya
ngotot memberhentikannya agar memenuhi peraturan itu. sebab bagaimanapun juga
peraturan dibuat untuk dipatuhi,” Ujarnya ketika ditemui crew Arrisalah.
Situasi pun menjadi tidak kondusif dan
adu argumen tidak bisa terelakan. Bahkan adu argumen tersebut nyaris
menimbulkan adu fisik antara beberapa peserta dan panitia. Namun para pihak
berhasil ditenangkan sehingga persidangan bisa berjalan kembali.
“Kericuhan ini diluar nalar dan prediksi
dari panitia, baik pihak SEMA dan DEMA, karena kami telah mengonsep acara
sedemikian rupa, tapi fakta berbicara lain dari apa yang kita harapkan,” ungkap
ketua SEMA, Ilham.
Acara tersebut banyak mendapat sorotan
dari mahasiswa salah satunya dinyatakan oleh Mahmudi “Dari rangkaian acara ini
yang penuh intrik dari awal antara satu pihak dengan pihak yang lain yang
saling tak menghargai satu pendapat dengan pendapat yang lain sampai terjadi
chaos (kekacauan), ini menunjukkan minimnya kesadaran demokrasi kita,”
terangnya.
Masih menurut Mahmudi, hal tersebut
tidak sesuai dengan sistem demokrasi kita, karena dalam teori demokrasi selalu
mengajarkan saling menghargai dan menghormati beragam pendapat. Dia cukup
menyayangkan pelaksanaan kongres yang berlangsung kurang kondusif, karena
seharusnya dalam kongres yang dilihat adalah adu pendapat intelektual yang
konstruktif, bukan adu argumen yang memicu perkelahian fisik.
Namun pendapat tak senada diutarakan
oleh Asroful Anam, “Percekcokan dan baku hantam hal ini sudah biasa berada
dalam kongres , soal chaos adalah hal
yang lumrah karena semua orang ingin usulan
dan pendapatnya diterima,” ujar mahasiswa prodi HPI semester 7 tersebut.
Atas kejadian di kongres tersebut pada
dasarnya tidak sesuai dengan prinsip demokrasi dan toleransi yang digaungkan di
lingkungan FSH, sebagaimana yang dikatakan oleh Fajruddin Fatwa selaku Wadek
III FSH ketika membuka acara KBMF, “Meskipun berbeda pendapat, perbedaan itu
bukan meruapakan alasan untuk kita bertindak semaunya, karena kita tetap
bersaudara, maka tertiblah dalam menyatakan pendapat jangan sampai ada
percekcokan apalagi perkelahian,” pesan beliau.
Perbedaan pendapat merupakan bukti bahwa
kita memiliki nalar kritis dan bukan termasuk golongan yang apatis terhadap
suatu kondisi di sekitar kita. Perbedaan pendapat jika disikapi dengan dewasa
dan dijadikan sebagai suatu masukan yang konstruktif dalam suatu kesepakatan
akan menjadikan keputusan yang adil dan bisa mewakili kepentingan setiap
golongan. Semoga apa yang telah disepakati dalam KBMF bisa membawa FSH menjadi
lebih baik kedepannya. (Ody/Aul)
0 Komentar