Doc. Google |
Mudik merupakan tradisi yang
dilakukan masyarakat di Indonesia secara turun-temurun menjelang hari raya Idul
Fitri. Mereka berpergian ke kampung halamannya sekitar H-7 sampai dengan H+7
lebaran untuk merayakannya bersama dengan kerabat mereka. Momen tersebut merupakan
hal yang langka, dan hanya terjadi satu tahun sekali. Oleh sebab itulah, mudik
sangat dinanti bagi setiap orang.
Namun,
memasuki tahun 2020, suasana mudik sangatlah berbeda. Pandemi Covid-19 di
Indonesia yang muncul pada awal tahun tersebut sempat menghebohkan masyarakat. Pemerintah
mencatat bahwa kasus covid 19 mencapai mencapai 1.682.004 orang. Angka ini
didapat karena penambahan pasien positif harian dalam 24 jam sebanyak 4.730
orang. Sementara itu, untuk pasien sembuh mengalami penambahan sebanyak 4.773
orang. Tercatat akumulasi pasien yang sembuh dari Covid-19 hari ini mencapai
1.535.491 orang, dengan kisaran 91.3 persen.
Tingginya
angka penyebaran, serta banyaknya korban membuat pemerintah menerapkan berbagai
kebijakan baru demi kebaikan masyarakat, salah satunya adalah kebijakan mudik. Diterapkannya
pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada saat itu membuat gerak masyarakat
menjadi terbatas dan menyebabkan kelumpuhan di beberapa sektor, salah satunya
di bidang transportasi. Mudik yang biasa jadi rutinitas, kini mulai dibatasi
demi mencegah penyebaran Covid-19. Bahkan hingga saat ini, dalam Addendum
SE Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021 melarang seluruh masyarakat
untuk melakukan kegiatan mudik, sejak 6-17 Mei 2021.
Adanya
kebijakan tersebut membuat masyarakat sedih, lantaran momen yang dinantikan
harus berlalu begitu saja. Adapun perizinan atau diperbolehkannya mudik yakni
dengan menjalankan beberapa aturan atau protokol kesehatan terlebih dahulu, seperti
melakukan rapid tes terlebih dahulu agar mengetahui orang tersebut terdampak covid
atau tidak. Cara ini dilakukan pemerintah agar dapat menekan penyebaran
Covid-19 yang marak di Indonesia sejak setahun lamanya. Terkait hal tersebut
justru memunculkan polemik di masyarakat. Pemerintah dianggap kurang kompeten
dalam menangani masalah ini, karena sudah setahun lamanya belum menunjukkan
tanda-tanda Indonesia akan pulih dari wabah tersebut. Selain itu, dengan adanya
larangan mudik dan mahalnya biaya rapid tes tersebut membuat masyarakat makin
kecewa. Momen mudik yang seharusnya mereka lewati dengan suka-cita bersama
kerabat di kampung halaman, kini harus dilalui begitu saja secara terpisah
karena terhalang waktu dan keadaan.
Dalam situasi seperti ini hendaknya kita mematuhi kebijakan pemerintah yang ada, karena itu semua demi kebaikan bersama. Dengan adanya kebijakan tersebut diharapkan bisa terminimalisir dengan baik, tapi nyatanya masih banyak masyarakat yang nekat mudik dengan alasan sudah lama tidak berkumpul dengan keluarganya. Oleh karena itu, diperlukan adanya kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat agar hal ini dapat segera teratasi. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya terbaiknya untuk menangani masalah ini, masyarakat pun diharapkan dapat lebih sabar dan mematuhi peraturan yang ada agar pandemi ini segera berakhir dan dapat kembali seperti sedia kala, sehingga rutinitas mudik pun dapat dijalankan dengan keadaan normal.
Penulis: Qurrotul Millah Editor: Maslucha Alya |
0 Komentar