Ditulis oleh: Advy
Editor: Caca
Kasus Persekusi Pelaku Kekerasan Seksual|Ilustrasi: bytrendz.id |
Pada mulanya, Bunga tengah berada ditengah Kampus, yaitu tepatnya di kampus G. melalui penuturan Bunga pada sebuah akun instagram, diketahui bahwa sekitar pukul 10.27 Bunga berada di belakang kampus E untuk makan, karena saat itu sedang jam istirahat. Lantas, pelaku menghubungi Bunga via chat, untuk menanayakan posisi Bunga pada pukul 11. 40 WIB. Kemudian, pelaku berjanji untuk menemui Bunga, di kampus G. Tepat pada pukul 12.01 pelaku telah tiba didepan kelas Bunga. Mereka berdua, kemudian ngobrol didepan pintu masuk gedung 1. Menurut Bunga ia mengiyakan saja, ajakan pelaku untuk bertemu sebab menurutnya, pelaku adalah temannya sendiri. Selain itu, pelaku juga mengajak bertemu dikampus, yang notabennya adalah tempat ramai. Mereka mengobrol ringan seputar perkuliahan, hingga pertemanan. Namun, pelaku kemudian tiba t[iba masuk ke toilet gedung 1, dan memanggil Bunga. Bunga sendiri, tanpa menaruh kecurigaan kemudian masuk ke dalam toilet. Disana pelaku tiba-tiba saja mencium Bunga, hingga Bunga kemudian memberontak dan berlari keluar toilet. Ia sebenarnya sudah tidak tahan, namun pelaku malah menahan Bunga dan menceritakan hal negatif tentang seks. Pada pukul 13.00 WIB, Bunga memutuskan untuk kembali ke kelas meninggalkan pelaku. Singkat cerita, pelaku kemudian dihakimi masa. Dalam video yang beredar, terlihat pelaku ditelanjangi, disiram air dan dipaksa meminum air seni dalam botol.
Lalu, rumah yang bagaimana yang aman bagi Bunga, dan kami para perempuan? Jika kampus sendiri, ternyata malah menjadi sarang pelecehan seksual. Lalu, manusia mana yang bisa kami percaya seutuhnya, jika bahkan terkadang pelaku pelecehan seksual berasal dari orang terdekat, dan keluarga. Apakah cara kerja logika memang selemah itu jika berhadapan dengan syahwat?
Dan yang lebih utama, perempuan BUKAN objek seksual. Tidak sepantasnya, perilaku tidak bermoral seperti ini, beralasan hanya sebab tubuh perempuan. Tidak ada perempuan yang mengingkan hal buruk demikian ini, menimpanya. Lantas, dimanakah perempuan dapat bersandar, tanpa merasa terancam?
Yang menjadi sebuah lawakan, dalam kasus ini, adalah bagaimana oknum si paling satgas pelecehan seksual memberikan pelajaran bagi pelaku. Memang, pelaku merasa menyesal dan memberi efek jera, atas perilakunya. Namun, dimanakah nurani sebagai sesama mahasiswa (yang katanya maha dari segala siswa), sebab dengan perundungan seperti itu, jelas bukan sikap patriotik. Lantas, apakah seluruh jaminan atas pelaku kejatahan, hanyalah omong kosong belaka? Tidak ada perbuatan kejahatan yang bisa dimaklumi, namun, bukankah pelaku tetap manusia yang harus dimanusiakan?
0 Komentar