Acara September Hitam di Lapangan Futsal UINSA A. Yani | Foto: Dokumentasi Arrisalah |
Kharis, selaku wakil ketua pelaksana yang juga anggota DEMA FISIP mengaku bahwa Komite September Hitam ini diinisiasi oleh divisi Advokasi Kajian Aksi Strategis dan Propaganda (Adkastrat) DEMA FSH berkolaborasi dengan divisi Advokesma DEMA FISIP.
"Karena ini masuk proker aku, sama proker DEMA FSH. Aku komunikasiin ke luar kampus dan mereka setuju. Jadi, dari divisi Advokesma DEMA itu punya jejaring menyambung relasi dari pihak BEM se Surabaya dan juga LSM. Terus juga akhirnya bisa ketemu dalam satu komite kayak gini."
Acara September Hitam sebelumnya menjadi agenda yang diadakan sendiri oleh tiap universitas atau lembaga, namun untuk tahun ini mereka sepakat membuat acara bersama dan memilih UIN Sunan Ampel untuk menjadi tuan rumahnya.
Theda, Wakil Ketua DEMA FSH, menambahkan acara tahunan ini walaupun perdana dilakukan dengan model yang sedikit berbeda dari tahun sebelumnya karena bukan hanya nobar film saja terbilang sukses karena berhasil melakukan kolaborasi yang cukup besar dengan beberapa LSM.
Adapun rangkaian acara Komite September Hitam ini dimulai dengan Penayangan Film Yang Tak Pernah Hilang sekaligus bedah film oleh Heru dari Ikohi Jatim, Ashari dari Lentera Band, dan Lingga dari LBH Surabaya, kemudian dilanjutkan dengan live mural dan pameran foto, penampilan monolog "Mengenang Cak Munir", diskusi bedah buku "Kami Sudah Lelah" oleh Vebrina Monicha dari KontraS, Wahyu direktur Walhi Jawa Timur, dan Zain Nabil dari Social Movement Institute yang cukup mewakili Suciwati, istri alm Munir yang berhalangan hadir, selain itu juga ada lapak solidaritas dan live sablon.
Acara Komite September Hitam yang perdana dilaksanakan di UINSA ini melibatkan DEMA UINSA, DEMA FSH, DEMA FISIP, Amnesty UINSA dan Unair, LBH Surabaya, Aksi Kamisan, Walhi Jawa Timur, Ikohi Jawa Timur, KontraS, SIM, beberapa LPM dari UIN, Unesa dan Universitas Terbuka, Pustaka Jalanan Surabaya, Lontar Band, Institut Seni Tambak Bayan, Lamri, dan lainnya.
"Karena DEMA-U nya menyetujui dan juga dananya yang besar itu dari pihak DEMA-U. Makanya dari masing-masing DEMA FSH dan FISIP setuju. Terus juga dari DEMA U juga FISIP ada inovasi baru," terang Kharis.
Kharis juga mengungkapkan bahwa tantangan yang dihadapi di acara perdana ini adalah dari segi kuantitas, masih ada beberapa lembaga yang belum bisa berhadir dan banyak persiapan yang belum matang sehingga menjadi PR untuk kedepannya.
Kharis juga menyayangkan kemunduran mahasiswa terkait orientasi mahasiswa yang fokus kuliahnya hanya untuk kerja, bukan untuk mengakademisi hal-hal yang berhubungan dengan keilmuan serta mengkaji isu terlebih isu politik.
Salah satu narasumber bedah buku, Vebrina Monicha saat diwawancarai mengatakan bahwa aktivis era 98 dengan saat ini tentu berbeda. Terbatasnya ruang demokrasi dan penyampaian aspirasi pada saat itu tetap didukung oleh pihak kampus ataupun sekolah lewat setiap gerakan dan aspirasi mahasiswa berbeda dengan saat ini, meskipun sangat terbuka lebar berbagai aksi demo atau penyampaian aspirasi di ruang publik nyatanya demokrasi kita justru mengalami kemunduran meskipun permukaan kita nampak seperti demokratis, akan tetapi dibaliknya banyak terjadi pembungkaman-pembungkaman yang bahkan dilakukan oleh pihak kampus, baik dari rektorat hingga para dosen bisa menjadi perpanjangan tangan dari pemerintahan sekarang untuk membungkam mahasiswanya yang kritis.
Tak hanya itu Vebrina juga menuturkan banyak ruang-ruang diskusi mahasiswa yang tidak diizinkan di lingkungan kampus, pelarangan mahasiswanya untuk berdemonstrasi hingga tidak segan-segan melakukan drop out kepada mahasiswa yang melakukan demo.
Acara ditutup dengan penampilan Live performance dari Nasyila R. & Naya, Clendastine By A Febby 90's Chuck, dan DJ Dellen Julian Sadam Uncle O. (Ella,Izza,Erij)
Editor: Elly
0 Komentar