Ditulis oleh: Alfian Muslim
Editor: Raka
![]() |
Ilustrasi Psikoterapi | Sumber: Freepik. com |
Psikoterapi adalah cara yang digunakan oleh para ahli (seperti psikolog atau psikiater) untuk membantu orang yang mengalami masalah dalam pikiran, perasaan, atau perilaku mereka. Tujuannya adalah supaya orang itu merasa lebih baik dan bisa menjalani hidup dengan lebih baik juga.
Sejarah ilmu psikoterapi merupakan perjalanan panjang yang dimulai dari praktik-praktik penyembuhan jiwa di berbagai wilayah di Eropa hingga berkembang menjadi disiplin ilmiah modern. Pada abad pertengahan, gangguan mental sering dianggap sebagai akibat dari pengaruh supranatural atau dosa, sehingga penanganannya cenderung bersifat religius atau mistis. Namun, pada abad ke-18, tokoh seperti Philippe Pinel di Prancis mulai memperkenalkan pendekatan yang lebih manusiawi terhadap penderita gangguan jiwa, menghapuskan praktik pengurungan dan kekerasan, serta menggantinya dengan perawatan yang lebih empatik dan rasional.
Perkembangan signifikan terjadi pada akhir abad ke-19 dengan munculnya psikoanalisis yang digagas oleh Sigmund Freud. Freud mengembangkan teori bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh proses bawah sadar. Melalui teknik seperti asosiasi bebas dan interpretasi mimpi, pasien dapat mengungkap konflik internal yang menyebabkan gangguan mental. Konsep ini membuka jalan bagi pendekatan psikoterapi berbasis ilmiah.
Berbeda dengan di Barat, psikoterapi dalam tradisi Islam justru tidak berfokus pada pendekatan psikologis semata, tetapi juga mengintegrasikan dimensi spiritual sebagai bagian integral dari proses penyembuhan jiwa. Bahkan dikatakan oleh psikiater asal Austria, Victor E. Frankl, bahwa integrasi ini memberikan ruang yang lebih baik dalam memecahkan segala penyakit jiwa dari dalam yang sumbernya adalah kegelisahan eksistensial.
Dr. Muhammad Utsman Najati dalam bukunya, The Ultimate Psychology: Psikologi Sempurna ala Nabi Saw., memberi pendekatan Qur’ani dalam terapi jiwa. Beliau mengatakan bahwa Al-Qur'an telah menawarkan konsep-konsep psikologis yang dapat diterapkan untuk memahami dan mengatasi gangguan kejiwaan, seperti kecemasan, depresi, dan stres. Salah satu metode utama yang beliau soroti adalah dzikir, yaitu mengingat Allah sebagai sarana untuk menenangkan hati dan pikiran. Dzikir, baik yang dilakukan secara lisan maupun dalam hati, berfungsi sebagai penyejuk jiwa, menghilangkan kegelisahan, dan membawa ketenangan batin.
Allah SWT. Dalam Al-Qur’an surah al-Ra’d ayat 28 telah memberi petunjuk mengatasi kegelisahan batin. Berikut:
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ
Artinya: "Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram."
Imam al-Razi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa mengingat Allah adalah mengingat janji-janji dan kebaikan yang akan diberikan oleh Allah kelak bagi orang-orang yang beriman. Hal ini dapat membuat hati dan jiwa orang mukmin menjadi tenang dan bahagia. Beliau memaparkan rasionalisasi hal ini dengan pendapat filosof ruhani yang mengklasifikasikan sifat segala sesuatu. Pertama, sesuatu yang memengaruhi tapi tidak dapat dipengaruhi, yaitu Allah SWT. Kedua, sesuatu yang dapat dipengaruhi tapi tak dapat memengaruhi, yaitu benda-benda fisik. Ketiga, sesuatu yang bisa saling memengaruhi dan dipengaruhi: yaitu makhluk ruhani (hati dan ruh manusia). Maka, hati ketika sibuk dengan dunia (benda), ia gelisah dan terganggu. Tapi saat hati menghadap Allah, muncullah cahaya ilahi dan ketenangan. Inilah mengapa hanya dengan dzikir kepada Allah hati bisa tenang.
Kekuatan dzikir, dianalogikan oleh Imam al-Razi seperti cairan kimia yang dapat merubah logam berkarat menjadi emas yang berkilau. Jernih dan bersih mengkilat. Senada dengan al-Razi, Dr. Muhammad Utsman Najati juga meyakini bahwa hal ini adalahcara terkuat mengatasi kegelisahan. Kegelisahan ditimbulkan oleh tersandarnya hati dengan dunia yang fana dan hina, sebab hati tidak pernah puas akan segala sesuatu. Selalu ingin yang lebih. Sementara berdzikir, merubah sandaran itu kepada sesuatu yang tidak terbatas yang melampaui segala keinginan hati. Kemudian hati menjadi tenang.
Beliau juga menyebutkan banyak ayat al-Qur’an dan Hadis Nabi Saw. yang memberikan tuntunan dzikir yang dapat menyembuhkan penyakit hati dan jiwa (psikoterapi dzikir). Rasulullah Saw. menjelaskan dalam hadis Bukhori dan Tirmidzi bahwa arti penting berdzikir kepada Allah Swt. Adalah untuk menciptakan perasaan tenang dan tentram jiwa. Abu Hurairah dan Abu Sa’id meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidaklah suatu kaum duduk untuk berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla, melainkan mereka akan dikelilingi malaikat dan diliputi rahmat. Ketenangan turun pada mereka dan Allah menyebut-nyebut mereka kepada makhluk yang ada di sisi-Nya.”
Dalam redaksi lain yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan: “Perumpamaan rumah yang (di dalamnya ada orang) berdzikir kepada Allah dengan rumah yang tidak berdzikir ibarat orang yang hidup dan mati.” Dzikir kepada Allah dan bertasbih kepada-Nya bisa mengangkat derajat seorang hamba di sisi Tuhannya, menambah kadar kebaikannya, bisa mengampuni dosa-dosanya, serta membebaskannya dari perasaan berdosa, gundah, dan gelisah.
Sa’ad bin Abi Waqqash berkata, “Suatu hari kami bersama-sama dengan Rasulullah Saw. Beliau bersabda, ‘Apakah salah seorang diantara kalian merasa lemah untuk bekerja mendapatkan seribu kebaikan setiap harinya?’ Seseorang yang duduk di antara beliau berkata, ‘Bagaimana salah seorang di antara kami mendapatkan seribu kebaikan setiap harinya?’ Rasulullah menjawab, ‘Membaca tasbih sebanyak serratus kali, sehingga akan dicatat untuknya seribu kebaikan atau akan dilebur untuknya seribu keburukan.”
Implementasi dzikir dalam konteks psikoterapi Qur’ani sebenarnya dapat dilakukan melalui berbagai metode, seperti membaca Al-Qur'an, berdzikir, bertasbih, bertahmid, bertakbir, bertahlil, dan menyebut Asmaul Husna. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tiya Indriani., penggunaan dzikir dalam konseling Islam terbukti efektif dalam mengurangi kecemasan hidup dan memberikan ketenangan hati kepada individu.
Selain itu, penelitian lapangan yang dilakukan oleh Kojinatul Asror di Desa Bangsri, Kertosono, Nganjuk menunjukkan bahwa pelaksanaan dzikir secara berjamaah dapat meningkatkan ketenangan batin masyarakat setempat. Dengan demikian, integrasi dzikir dalam psikoterapi Qur’ani tidak hanya memberikan pendekatan psikologis, tetapi juga memperkuat dimensi spiritual individu, sehingga mencapai keseimbangan antara aspek mental dan spiritual dalam proses penyembuhan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Najati, M. U. (2008). The ultimate psychology: Psikologi sempurna ala Nabi Saw (H. Fajar, Trans.). Bandung: Pustaka Hidayah.
Razi, F. al-D. al-. (1990). Al-Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghayb (Jilid 1–32). Dar al-Kutub al-Ilmiyah.
Indriani, Tiya, Jarkawi, dan Akhmad Rizkhi Ridhani. “Dhikr Therapy: Overcoming Life Anxiety with Islamic Counseling Based on QS Ar-Ra’d Verse 28.” Al-Hayat: Journal of Islamic Education 8, no. 1 (2024): 61–74. https://doi.org/10.35723/ajie.v8i1.477.
Asror, Kojinatul. “Efektivitas Konseling Spiritual Melalui Terapi Dzikir untuk Mengatasi Anxiety.” Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam At-Taujih 7, no. 1 (2024): 25–34. https://ejournal.uimsya.ac.id/index.php/jbkid/article/view/2312.
0 Komentar