Apakah Aku Bisa?

Oleh : Nadhifa Jihan Aulia

Mentari tersenyum malu-malu, bunga mekar merekah, kini ladang sawah bak permadani hijau, berbau khas, segar dengan kombinasi embun di pagi buta dengan penglihatan terbatas kabut. Sederet lerengpun ikut serta mempercantik dengan barisan menurun yang rapi di desa yang terletak di lereng gunung ini.

“Amak, karung daun tehnya udah kubawa ke bawah sana," kata bocah berumur 6 tahun kepada ibunya.

“Iye nak, bilangkan dulu ke apakmu suruh jemur di depan rumah," perintah sang ibu kepada anaknya. Dengan semangat bocah gunung itu turun dengan cekatan melewati turunan lereng.

Setelah melaksanakan perintah ibunya, dengan kaki kecilnya dia berjalan telusuri hutan untuk menuju ke tempat favoritnya. Di pinggir tebing, di atas batu besar dimana mata luas memandang.

Dia duduk termenung dengan bergemuruh hatinya, tak habis pikir dia memiliki banyak keinginan meski dia masih terbilang bocah, dia tak mau kalah untuk berfikir dalam menggapai cita-citanya. Dia selalu bertanya-tanya, apakah aku bisa dengan keadaan seperti ini? bagaimana nasibku dan kedua orang tuaku kalau aku tidak bisa bersekolah? apakah aku bisa bersekolah? apakah aku bisa?

Ingin sekali dia menepis semua pertanyaan itu dengan sebuah keajaiban. Hingga akhirnya dia tersadar dari lamunannya dan bangkit dengan semangat membaranya untuk memikirkan sebuah cara.

Dengan bermodal kepribadian yang selalu menuruti apa kata orang tuanya dan tidak kenal kata menyerah demi tercapainya cita-cita yang diinginkan. Jalan terjal dan segala halangan maupun rintangan yang ada tak membuatnya gentar. Karena dia percaya bahwa badai pasti berlalu dan sebuah keindahan pasti sudah menanti.

Waktu terus berjalan, kini bocah gunung dengan beragan khayalan masa kecilnya yang bernama kaisar itu sudah sukses dalam menjalani hidupnya.

Kehidupan merupakan sebuah takdir dan juga sebuah permainan tapi jangan pernah mempermainkannya, dimana yang kaya bisa memperoleh segalanya dan yang miskin bisa terinjak olehnya. Teringat sebuah pepatah dari guru saya yakni Man Jadda wa Jadda, yang mana pepatah tersebut memiliki arti barang siapa bersungguh-sungguh maka dia akan mendapatkannya.”

Satu-satunya yang bisa kita lakukan sebagai muda-mudi bangsa adalah belajar atau lebih tepatnya mengenyam pendidikan hingga ke jenjang yang setinggi-tingginya. Apakah aku bisa? Buang jauh-jauh pertanyaan itu dari lubuk hati terdalammu, hanya pecundanglah yang meragukan dirinya sendiri, bangkit, dan optimis dengan dirimu.’ Karena tak ada seseorang yang diciptakan oleh sang maha kuasa yakni Allah SWT tanpa sebuah kelebihan, hingga muncullah sebuah pilihan, bagaimana kamu bijak dalam memilih hingga menjadikan dirimu yang berkualitas atau malah sebaliknya.”

Di lain tempat seseorang dinilai bukan dari seberapa dia kaya, tapi seberapa banyak dia memiliki ilmu dihadapan Allah SWT. Jika memiliki ilmu, harta senantisa ikut mendampingimu, sedangkan apabila kekayaan saja yang dimiliki lantas apa yang dijadikan tameng untuk mempertahankan kekayaan yang sewaktu-waktu bisa raib ditelan waktu.’ Karena tak ada sebuah kualitas diri yang memungkinkan untuk melawannya.”

Di sini saya akan berusaha untuk membantu kalian untuk mewujudkan cita-cita kalian,  jangan jadikan alasan dimana kita berada tapi bayangkan dan wujudkan.

Kata demi kata Kaisar lisankan untuk para remaja dan bocah di desanya yang ada dihadapannya demi menumbuhkan rasa percaya diri dalam mengenyam pendidikan, ibu dan ayahnya pun tak ketinggalan untuk ikut serta menyaksikan dengan haru yang bertubi-tubi.

Atas kebesaran-nya akan kondisi kehidupannya kini yang sudah berbalik dan berkat doa restu kedua orang tuanya, kini Kaisar menjadi pemimpin di berbagai perusahaan miliknya dari sebuah proses perjalan yang panjang. Tak lain Man Jadda wa Jadda lah kata inspirasinya.

0 Komentar