Sexual Harassment, Salah Siapa?

 


Oleh Fa'iqotur Aulia


Pelecehan Seksual (Sexual Harassment) merupakan perilaku seksual yang tidak diinginkan dan menyimpang. Ini merupakan kejahatan yang bisa memakan korban dari segala kalangan dan gender. Tak jarang ditemui seorang perempuan yang menjadi korban dan sebaliknya. Suatu perbuatan seksual dikatakan sebagai sexual harassment adalah ketika adanya rasa ketidakinginan atau penolakan pada apapun bentuk-bentuk perhatian yang bersifat seksual.


Menurut Komnas Perempuan, pelecehan seksual dapat diklasifikasikan ke dalam 15 bentuk. Diantaranya, pemerkosaan, intimidasi, percobaan pemerkosaan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, perdagangan perempuan, prostitusi paksa, perbudakan seksual, pemaksaan perkawinan, pemaksaan kehamilan, pemaksaan aborsi, pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi, penyiksaan seksual, penghukuman tidak manusiawi, mendiskriminasi perempuan, kontrol seksual termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama. 


MENGGANDENG BUDAYA PATRIARKI


Pemikiran mayoritas masyarakat di negeri ini seringkali mendiskreditkan perempuan. Di Indonesia, gender yang dibentuk oleh masyarakat bagi diri mereka juga seakan berbeda. Sehingga meminggirkan salah satu entitas manusia, yaitu perempuan. Sistem dan struktur masyarakat yang bisa dikatakan ‘patriarki’ tidak memberikan banyak pilihan yang tersedia bagi perempuan untuk bergerak sebagai bagian yang setara.


Pola pikir tersebutlah yang memengaruhi pandangan masyarakat akan kedudukan yang layak bagi perempuan. Misalnya saja, adanya pembatasan ‘gerak’ yang wajar dan tak wajar dilakukan oleh perempuan, perempuan seringkali ditempatkan di posisi kedua, serta perempuan yang dipandang sebagai sosok yang selalu harus tunduk dan patuh dalam segala hal.


TAKDIR YANG ‘HARUS’ PEREMPUAN TERIMA


Pada fenomena pelecehan seksual, seringkali korbannya yang paling banyak disalahkan. Alih-alih menyalahkan pelaku, justru masyarakat mengamini pembenaran pelaku yang akan dengan mudahnya berkelit dan mengatakan “dalang kesalahan itu kaum perempuan sendiri, siapa suruh berpakaian begitu”. Seakan-akan saat perempuan tidak menutup aurat mereka pantas dilecehkan.


Padahal jika ditelisik lebih dalam, korban pelecehan seksual tidak hanya dari kalangan yang tak berjilbab. Bahkan yang menutup aurat dengan sempurna pun berpotensi mendapat gangguan bernada seksual. Apapun alasannya, perempuan tidak boleh diperkosa atau dilecehkan. Justru korban harus diberi perlindungan bukan dikutuk atau diolok. Jangan seakan-akan menjadikan pelecehan seksual merupakan takdir yang harus diterima.


Mengutip pembicaraan Habib Ali “tak ada dalih pembenaran untuk pelecehan! Pelecehan adalah tindakan yang menunjukan atas bobroknya pelaku. Pelaku pelecehan jelas pribadi yang rendah dan kotor. Sekalipun korban bersalah dalam membuka aurat atau tampil seksi misalnya. Kesalahan itu bukanlah pembenaran untuk kesalahan lain. Perkara haram tidak bisa dijadikan pembenaran atas haram lainnya! Oke, apakah ini maksudnya boleh buka aurat. Tentu tidak! membuka aurat tetap haram, tapi itu haram atas dirinya. Itu bukan berarti menjadikanmu berhak bahkan untuk memandangnya”


Disisi lain korban menanggung beban derita yang begitu berat, dijejali stigma negative dan masa depannya diambang kehancuran. Korban disalahkan karena kejahatan yang dilakukan orang lain. Tidak mudah bagi korban pemerkosaan untuk mengungkapkan hal tersebut. Perlu waktu yang lama menguatkan mental korban untuk bicara. Sementara itu dapat dilihat bahwa budaya patriarki sedikit banyak memperkuat posisi pelaku secara sosial. Hal inilah yang membuat korban seringkali bungkam.


TUMBUHLAH MAWAR WALAU ‘DIANTARA’ BETON


Begitu keji manusia terhadap manusia. Ada banyak orang baik yang masih terjebak dalam lingkungan atau situasi yang kurang baik. Misalnya masuk kedalam wilayah perdagangan birahi yang disebabkan karena masa kecilnya pernah dilecehkan. Dengan merendahkan mereka dan mencibir mereka tak akan membuat mereka membaik. Justru semakin memperburuk keadaan mereka dan mendorong mereka lebih jauh dari kebaikan. Tidak ada korban yang mengundang dilecehkan.


Korban pelecehan seksual adalah wanita mulia.  Yang telah berani membela diri dengan perlawanan gigih. Membela harga diri dan kehormatannya. Namun, para pelaku pemerkosaan itu lebih kuat. Sebab wanita-wanita tersebut mengalami itu semua tanpa kerelaan sedikitpun dari diri mereka.

0 Komentar