Menilik Kejanggalan Pemindahan Ibu Kota Negara Baru: Ada Apa Dengan IKN?

Ditulis oleh: Merina Puspita Sari
Editor: Caca

Sejumlah tokoh mengajukan gugatan uji formil terhadap UU Ibu Kota Negara ke Mahkamah Konstitusi | Foto: cnnindonesia.com

Pada Rabu, (20/7/22) Mahkamah Konstitusi (MK) menolak usul revisi secara formil dan materil UU Ibukota Negara Nomor 3 Tahun 2022 (UU IKN) yang diajukan oleh beberapa lapisan masyarakat, termasuk akademisi. Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pencantuman rencana pembangunan IKN dalam lampiran Perpres Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 dan program legislasi jangka panjang nasional semakin mempertegas pembentukan IKN secara nyata dan tujuan yang jelas. Lebih lanjut, mengenai asas transparansi, MK melihat tidak ada bukti bahwa pemerintah dan DPR benar-benar berusaha menutup atau tidak terbuka kepada publik dalam pembentukan UU IKN. Terkait dengan percepatan legislasi, pembentukan UU IKN secara umum sudah tepa. Selama semua proses tahapan tersebut telah diselesaikan oleh legislatif dan dilakukan dengan kesungguhan dan ketekunan, dengan berpegang pada prinsip-prinsip menciptakan peraturan perundang-undangan yang baik. Selain itu, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 belum memuat ketentuan final kapan RUU yang termasuk dalam Program Legislatif Nasional akan diselesaikan. Oleh karena itu, penolakan semua klaim pemohon membuat mega proyek IKN lebih mudah.

Dalam rangka memperingati HUT RI ke-77, pemerintah terus mempersiapkan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, infrastruktur dan bangunan dasar di Area 1A (pusat pemerintahan) akan dipercepat pada Agustus. Hal itu ditegaskan Kepala Badan IKN, Bambang Susantono, usai bertemu dengan Presiden Jokowi dan beberapa menteri lainnya. Pembangunan fasilitas penunjang seperti Bendungan Sepaku Semoi berkapasitas 10 juta meter kubik dan fasilitas lainnya akan dilakukan sekaligus dengan tujuan melakukan eksplorasi pasar pada bulan yang sama untuk mencari investor dan memenuhi keinginan pemangku kepentingan, keinginan untuk berpartisipasi dalam pengembangan IKN. Namun, di tengah percepatan perkembangan IKN, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) mengumumkan bahwa proses pembebasan lahan di IKN belum tuntas. Area seluas 800 hektar yang dimiliki atas nama pemerintah kota dan perusahaan di kawasan IKN tersebut masih dalam tahap akuisisi dan hingga saat ini pemerintah belum mengumumkan kapan proses akuisisi tersebut dapat diselesaikan. Perlu ditegaskan bahwa pengadaan tanah ini penting untuk melengkapi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Rencana Induk sebagai syarat dimulainya pengembangan IKN.

Diketahui lahan di lokasi Ibu Kota Negara baru didominasi oleh izin sektor swasta untuk kehutanan, pertanian, dan pertambangan. Jelas, situasi ini hanya akan menguntungkan kontraktor pemegang izin tanah konsesi, mengingat kemungkinan pemerintah akan membuat "pengaturan yang menguntungkan agar pemegang konsesi siap untuk melepaskan tanahnya". Menurut data yang dihimpun oleh Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) yang menemukan sedikitnya 162 konsesi pertambangan, kehutanan, perkebunan kelapa sawit, dan pembangkit listrik tenaga batubara di lokasi IKN, 149 wilayah di antaranya merupakan konsesi pertambangan. Sebagian dari tanah-tanah ini disinyalir milik elit di Jakarta, seperti Luhut Binsar Pandjaitan, Rheza Herwindo (Putra Setya Novanto), dan Yuzril Ihza Mahendra. Hal ini menandakan ada kepentingan politik dalam pemindahan IKN yang dibalut dalam mega proyek ini sehingga lebih terlihat seperti mega proyek penyucian dosa. 

Masalah lain terkait lahan adalah penempatan tiba-tiba oleh pemerintah penanda batas di lahan untuk penduduk setempat. Pemasangan patok di lahan yang sudah mereka pakai bertahun-tahun membuat warga sekitar resah karena lahan yang disambung adalah lahan berkebun yang menjadi salah satu mata pencaharian mereka. Warga setempat semakin kecewa ketika keluhan mereka soal perampasan tanah tidak digubris oleh Jokowi yang lebih memilih berkemah di titik nol IKN bersama pejabat lainnya.

Kejanggalan pemindahan IKN tidak hanya berdampak pada pembiayaan dan dampak ekonomi, tetapi juga proses legislasi. UU IKN yang hanya dilaksanakan dalam 43 hari oleh DPR dan pemerintah, dengan tempo pengerjaan UU yang relatif singkat untuk proyek krusial seperti pemindahan IKN. Ada juga beberapa kejanggalan lainnya, mulai dari cacat formal pembentukan Komisi Khusus RUU IKN hingga kurangnya partisipasi dalam penyusunan pasal. Penyusunan UU IKN merupakan bukti nyata dari 'pembangunanisme', sebuah konsep ekonomi-politik yang mengejar pertumbuhan ekonomi dengan segala cara, termasuk legislasi yang sembrono.


Referensi:

https://www.cnbcindonesia.com/news/20211028162622-4-287319/tok-mahkamah-konstitusi-tolak-gugatan-uji-formil-uu-minerba 

https://pshk.or.id/aktivitas/revisi-uu-mahkamah-konstitusi-dinilai-cacat-formil/ 

https://www.tribunnews.com/nasional/2022/07/16/wakil-menteri-atrbpn-ungkap-permasalahan-lahan-ikn-yang-jadi-arahan-presiden-jokowi 

https://www.tribunnews.com/nasional/2022/09/26/lahan-untuk-fasilitas-pendukung-ikn-belum-rampung-sepenuhnya-ini-penjelasan-kementerian-atrbpn 

https://www.inews.id/multimedia/infografis/infografis-investor-yang-siap-investasi-di-ikn-nusantara 

https://mycity.co.id/20-investor-yang-siap-investasi-di-ikn-nusantara-siapa-saja/ 

https://www.inews.id/finance/bisnis/deretan-investor-yang-siap-investasi-di-ikn-nusantara-siapa-saja 


0 Komentar